Kamis, 11 November 2010

MUNGKINKAH KEHIDUPAN BERASAL DARI KEBETULAN MELALUI EVOLUSI

MUNGKINKAH KEHIDUPAN BERASAL DARI KEBETULAN MELALUI EVOLUSI?

Teori evolusi berpendapat bahwa kehidupan berawal dengan sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi yang primitif. Karena itu,tidak logis rasanya bila kehidupan terjadi dengan spontanitas semata. mari kita periksa komposisi sel dengan perbandingan sederhana untuk memperlihatkan betapa tidak masuk-akal menganggap keberadaan sel—suatu susunan yang masih misterius dalam banyak hal, bahkan juga ketika kita hendak melangkah di abad ke-21 ini—berasal dari kebetulan dan fenomena alam.
Dengan semua sistem operasionalnya, sistem komunikasinya, transportasinya, dan manajemennya, sel tidak kalah rumitnya daripada kota besar. Sel mengandung stasiun-stasiun daya yang menghasilkan energi yang dikonsumsi oleh sel, pabrik-pabrik yang menghasilkan enzim dan hormon yang amat penting bagi kehidupan, bank data yang menyimpan semua informasi penting mengenai semua produk yang dihasilkan, sistem-sistem transportasi kompleks dan pipa-pipa untuk mengangkut bahan mentah dan produk dari satu tempat ke tempat lain, laboratorium-laboratorium hebat dan kilang-kilang minyak untuk mengurai bahan-bahan mentah dari luar menjadi bagian-bagian yang bisa dimanfaatkan, dan protein-protein selaput yang dikhususkan untuk mengendalikan bahan-bahan yang keluar-masuk. Ini semua hanyalah sebagian kecil dari sistem yang amat canggih ini.
Sel sama sekali tidak terbentuk dari kondisi bumi yang primitif. Sel, yang komposisi dan mekanismenya amat rumit, tidak bisa dibuat di laboratorium kita yang paling canggih sekalipun. Juga dengan penggunaan asam-asam amino, yang merupakan blok-blok pembangun sel, mustahil dihasilkan banyak organ tunggal sel, seperti mitokondria atau ribosom, sebanyak sel yang utuh. Sel pertama yag diaku hasil dari evolusi secara kebetulan itu hanyalah isapan jempol khayalan dan hasil dari fantasi seperti manusia berbadan kuda.

Mungkinkah Protein Kebetulan?
Bukan hanya sel yang tidak mungkin diproduksi; dalam keadaan alamiah, mustahil dibentuk protein, tunggal sekalipun, dari ribuan molekul protein kompleks penyusun sel.
Protein adalah molekul raksasa yang terdiri atas asam-asam amino yang tertata dengan rangkaian jumlah dan susunan yang tertentu. Molekul-molekul ini merupakan blok-blok pembangun sel hidup. Yang paling sederhana tersusun dari 50 asam amino; namun ada beberapa protein yang terdiri dari ribuan asam amino. Di samping itu, ketiadaan atau penggantian asam amino tunggal dalam struktur protein sel hidup, yang masing-masing mempunyai fungsi khusus, menyebabkan protein menjadi timbunan molekul yang tiada guna. Para pendiri teori evolusi, dalam hal pembentukan protein, tidak mampu menunjukkan “pembentukan kebetulan” asam amino.
Kita bisa dengan mudah memperagakan, dengan perhitungan probabilitas sederhana yang bisa dipahami oleh siapa saja, bahwa struktur fungsional protein sama sekali tidak mungkin terjadi secara kebetulan.
Ada duapuluh jenis asam amino. Jika kita pertimbangkan bahwa molekul protein rata-rata tersusun dari 288 asam amino, maka terdapat 10300 kombinasi asam yang berlainan. Di antara semua kemungkinan rangkaian ini, hanya “satu” yang merupakan molekul protein yang diminta. Rangkaian-rangkaian asam amino lain tidak berguna sama sekali atau berpotensi membahayakan makhluk hidup. Dengan kata lain, peluang pembentukan secara kebetulan satu molekul protein saja yang dikutip di atas adalah “1 dalam 10300”. Peluang “1” ini terjadi dari bilangan astronomis yang berisi angka 1 yang diikuti dengan 300 nol pada praktisnya nol saja; ini mustahil. Lagipula, satu molekul protein yang terdiri dari 288 asam amino adalah agak rendah bila dibandingkan dengan beberapa molekul protein raksasa yang mengandung ribuan asam amino. Bila kita terapkan perhitungan probabilitas yang serupa itu terhadap molekul-molekul protein raksasa ini, kita lihat bahwa kata “mustahil” pun menjadi tidak memadai.
Jika pembentukan secara kebetulan satu protein saja mustahil, maka milyaran kali lebih mustahil bagi sekitar satu juta protein untuk secara kebetulan bersama-sama muncul dengan cara yang tertata dan menjadi sel manusia yang lengkap. Lebih-lebih, sel bukan sekadar sekumpulan protein. Di samping protein, sel-sel juga mengandung asam nukleik, karbohidrat, lipida, vitamin, dan banyak zat kimia lain semisal elektrolit, semuanya tertata secara serasi dan dengan desain dengan proporsi tertentu, baik struktur maupun fungsinya. Masing-masing berfungsi sebagai unsur atau blok pembangun dengan berbagai organ.
Seperti yang telah kita lihat, teori evolusi tidak mampu menjelaskan pembentukan sebuah saja dari jutaan protein di dalam sel, biarlah menjelaskan sel itu sendiri.
Prof. Dr. Ali Demirsoy, seorang pakar evolusionis terkemuka Mesir, dalam bukunya Kalitim ve Evrim (Warisan dan Evolusi), membahas peluang pembentukan Cytochrome-C secara kebetulan, salah satu dari enzim terpenting bagi kehidupan:
Peluang pembentukan rangkaian Cytochrome-C mungkin nol. Dengan kata lain, jika kehidupan memerlukan suatu rangkaian tertentu, bisa dikatakan bahwa peluangnya untuk terwujud adalah satu kali di alam semesta. Kalau tidak, kekuatan metafisis di luar definisi kita mestinya telah bertindak dalam pembentukannya. Menerima yang terakhir ini tidak tepat demi tujuan-tujuan ilmu pengetahuan. Karena itu, kita harus menengok hipotesis pertama.11
Sesudah baris-baris ini, Demirsoy menerima bahwa peluang ini, yang ia terima hanya karena “lebih tepat demi tujuan-tujuan ilmu pengetahuan”, tidak realistis:
Peluang penyediaan rangkaian asam amino tertentu untuk Cytochrome-C adalah bagaikan peluang kera yang menulis sejarah manusia dengan mesin ketik—dengan mengambil begitu saja bahwa kera itu mengetik huruf secara acak.12
Rangkaian yang benar asam amino yang tepat saja tidak cukup untuk pembentukan satu molekul protein yang terdapat di makhluk hidup. Di samping ini, masing-masing dari duapuluh jenis asam amino yang berlainan yang terdapat di susunan protein ini harus kidal. Secara kimiawi, ada dua jenis asam amino yang berbeda yang disebut “kidal” dan “non-kidal”. Perbedaan antara keduanya adalah simetri-cermin antara tiga struktur dimensionalnya, yang serupa dengan orang yang kidal dan non-kidal. Asam amino kedua jenis ini terdapat di alam dengan jumlah yang sama dan dapat saling terikat dengan sempurna. Namun, riset menyingkapkan fakta yang menakjubkan: semua protein yang terdapat di struktur makhluk hidup terbuat dari asam amino kidal. Bahkan satu asam amino tunggal non-kidal yang melekat di struktur protein membuatnya tak berguna.
ayo kita umpamakan sesaat bahwa kehidupan menjadi ada secara kebetulan sebagaimana tuntutan para evolusionis. Dalam hal ini, asam amino kidal dan non-kidal yang muncul secara kebetulan harus ada di alam dengan jumlah yang kira-kira sama. Persoalan bagaimana protein bisa hanya memilih asam amino kidal, dan betapa tidak satu pun asam amino non-kidal yang terlibat dalam proses kehidupan masih merupakan sesuatu yang membingungkan para evolusionis. Dalam Britannica Science Encyclopaedia, sebuah pembela gigih teori evolusi, para pengarangnya menunjukkan bahwa asam-asam amino semua organisme-hidup di bumi dan blok-blok polimer kompleks seperti protein memiliki asimetri kidal yang sama. Mereka menambahkan bahwa ini serupa dengan mengundi dengan lontaran koin dan selalu mendapatkan kepala. Dalam ensiklopedi tersebut, mereka menyatakan bahwa mustahil memahami mengapa molekul-molekul menjadi kidal atau non-kidal dan bahwa pilihan ini secara mengagumkan berkaitan dengan sumber kehidupan di bumi.13
Belumlah memadai penataan asam amino dalam jumlah dan rangkaian yang benar, dan di struktur tiga-dimensi yang diperlukan. Pembentukan protein juga mensyaratkan agar molekul asam amino dengan lebih dari satu lengan saling dihubungkan dengan yang lain melalui lengan tertentu saja. Ikatan semacam ini disebut“ikatan peptida”. Asam-asam amino dapat membuat ikatan-ikatan yang berlainan satu sama lain; namun protein hanya terdiri atas asam amino yang menyatu dengan ikatan “peptida”.
Riset menunjukkan bahwa hanya 50% dari asam amino yang secara acak menyatu dengan ikatan peptida dan bahwa yang lainnya menyatu dengan ikatan-ikata lain yang tidak terdapat di protein. Agar berfungsi dengan tepat, setiap asam amino penyusun protein harus bergabung dengan asam amino lain dengan ikatan peptida, karena inilah satu-satunya yang harus dipilih oleh yang kidal. Tak meragukan, tidak ada mekanisme kendali untuk menyeleksi dan membiarkan asam amino non-kidal dan secara pribadi memastikan bahwa setiap asam amino membuat ikatan peptida dengan yang lain.
Dalam keadaan-keadaan ini, peluang molekul protein rata-rata yang mengandung limaratus asam amino yang menata sendiri dengan jumlah dan rangkaian yang benar, di samping peluang asam amino untuk hanya mengandung yang kidal dan hanya bergabung dengan ikatan peptida adalah sebagai berikut:
Peluang dengan rangkaian yang benar = 1/20500 = 1/10650
Peluang berkidal = 1/2500 = 1/10150
Peluang bergabung dengan ikatan “peptida” = 1/2499 = 1/10150
PROBABILITAS TOTAL = 1/10950, yakni peluang “1” dalam 10950
Sebagaimana bisa anda lihat di atas, peluang pembentukan molekul protein yang mengandung limaratus asam amino adalah “1” dibagi dengan angka yang terbentuk dengan menempatkan 950 nol setelah “1”, suatu bilangan yang tak terbayangkan oleh benak manusia. Ini hanya peluang di atas kertas. Pada praktisnya, peluang realisasinya adalah “0”. Dalam matematika, peluang yang lebih kecil daripada 1050 secara statistik peluang realisasinya dianggap “0”.
Bila kemustahilan pembentukan molekul protein yang terbuat dari limaratus asam amino mencapai angka sejauh itu, selanjutnya kita bisa mendorong batas-batas akal ke tingkat kemustahilam yang lebih tinggi. Di molekul “hemoglobin, suatu protein yang vital, terdapat limaratus tujuhpuluh-empat asam amino, yang jumlahnya jauh lebih besar daripada asam amino penyusun protein yang kita sebut di atas. Sekarang, perhatikan hal ini: di satu sel saja dari milyaran sel darah merah, terdapat “280.000.000” (280 juta) molekul hemoglobin. Usia kira-kira bumi tidak memadai untuk mampu membentuk satu protein tunggal saja, membiarkan sel darah merah sendirian, dengan metode “coba dan coba lagi”. Kesimpulan dari semua ini adalah bahwa teori evolusi terjerumus ke jurang dalam kemustahilan pada tahap pembentukan protein tunggal.

Teori evolusi belum mampu menyediakan penjelasan yang masuk akal perihal keberadaan molekul yang merupakan basis sel. Bahkan, perkembangan ilmu genetika dan penemuan asam nukleik (DNA dan RNA) menimbulkan masalah yang baru sekali bagi teori evolusi.
Pada 1955, karya dua ilmuwan DNA, James Watson dan Francis Crick, meluncurkan era baru biologi. Terdapat banyak ilmuwan yang mengarahkan perhatian mereka ke ilmu genetika. Kini, setelah bertahun-tahun penelitian, ilmuwa-ilmuwan telah banyak memetakan struktur DNA.
Di sini, kami perlu memberi beberapa informasi dasar tentang struktur dan fungsi DNA.
Molekul yang disebut DNA, yang terdapat di inti masing-masing dari 100 trilyun sel di tubuh kita, mengandung rencana konstruksi yang lengkap tentang tubuh manusia. Informasi mengenai karakteristik seseorang, dari tampilan fisik hingga struktur organ dalam, direkam di DNA dengan sistem penyandian istimewa. Informasi di DNA disandi dalam rangkaian empat basis khusus yang menyusun molekul ini. Basis-basis ini ditentukan sebagai A, T, G, dan C menurut huruf awal nama mereka. Semua perbedaan struktural di antara orang-orang bergantung pada variasi rangkaian basis-basis ini. Terdapat sekitar 3,5 milyar nukleotida, yakni 3,5 trilyun huruf di molekul DNA.
Data DNA yang mengenai protein atau organ tertentu tercakup dalam unsur-unsur khusus yang disebut “gen”. Sebagai misal, informasi mengenai mata ada di sederetan gen khusus, sedangkan informasi mengenai jantung ada di sederetan lain. Sel-sel itu menghasilkan protein dengan menggunakan informasi di semua gen ini. Asam amino yang merupakan struktur protein ditentukan oleh tatanan rangkaian tiga nukleotida di DNA


Mencari Jawaban atas Munculnya Kehidupan
Dengan menyadari keganjilan besar terhadap peluang kehidupan yang terbentuk secara kebetulan, para evolusionis tidak mampu memberi penjelasan yang rasional atas keyakinan mereka, sehingga mereka mulai mencari cara untuk menunjukkan bahwa keganjilan itu tidak terlalu merisaukan.
Mereka merancang sejumlah eksperimen laboratorium untuk mengatasi persoalan tentang bagaimana kehidupan muncul sendiri dari zat yang non-hidup. Eksperimen yang paling terkenal dan paling terhormat adalah yang dikenal sebagai “Eksperimen Miller” atau “Eksperimen Urey-Miller”, yang dilaksanakan oleh Stanley Miller peneliti dari Amerika pada 1953.
Dengan tujuan membuktikan bahwa asam amino bisa menjadi ada dengan kebetulan, Miller menciptakan suatu atmosfir di laborataoriumnya yang ia anggap ada di bumi purba (namun yang di kemudian hari terbukti tidak realistis) dan ia pasang untuk penelitian. Campuran yang ia pakai untuk atmosfir purba ini terdiri dari amonia, metana, hidrogen, dan uap air.
Miller mengetahui bahwa metana, amonia, uap air, dan hidrogen tidak akan saling bereaksi dalam kondisi alamiah. Ia sadar bahwa ia harus menyisipkan energi ke dalam campuran itu untuk memulai reaksi [kimia]. Ia berpendapat bahwa energi ini bisa berasal dari cahaya petir di atmosfir purba dan, berdasarkan anggapan ini, ia menggunakan pelepasan listrik buatan di eksperimennya.
Miller mendidihkan campuran gas ini pada 100 0C selama seminggu, dan, di samping itu, ia memasukkan arus listrik ke ruangan tersebut. Pada akhir minggu itu, Miller menganalisis zat-zat kimia yang terbentuk di ruangan itu dan mengamati bahwa terdapat duapuluh asam amino, yang merupakan unsur dasar protein, yang telah tersintesis.
Eksperimen ini menimbulkan kehebohan besar di kalangan evolusionis dan mereka mengajukannya sebagai keberhasilan yang luar biasa. Dengan terdorong oleh pikiran bahwa eksperimen ini jelas-jelas mengesahkan teori mereka, para evolusionis segera memproduksi skenario baru. Miller disangka telah membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk sendiri. Dengan berlandaskan hal ini, mereka buru-buru menyusun hipotesis tahap-tahap berikutnya. Menurut skenario mereka, selanjutnya asam-asam amino menyatu secara kebetulan dengan rangkaian yang tepat untuk membentuk protein. Beberapa protein yang terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri di struktur yang menyerupai selaput sel, yang “agaknya” menjadi eksis dan membentuk sebuah sel primitif. Lama-kelamaan sel-sel itu menyatu dan membentuk organisme hidup. Arus utama terbesar skenario ini adalah eksperimen Miller.
Akan tetapi, eksperimen Miller tidak lain kecuali dibuat-buat, dan karenanya terbukti tidak benar dalam banyak hal.

Kebatilan Eksperimen Miller
Hampir setengah abad berlalu sejak Miller mengadakan eksperimen ini. Walaupun ternyata batil dalam banyak hal, para evolusionis masih mengajukan Miller dan hasil-hasilnya sebagai bukti mutlak bahwa kehidupan bisa terbentuk seketika dari zat non-hidup. Akan tetapi, bila kita nilai eksperimen Miller secara kritis, tanpa bias dan subyektivitas pemikiran evolusionis, situasinya tidak seoptimis pemikiran evolusionis. Miller menetapkan sendiri tujuannya untuk membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi primitif bumi. Beberapa asam amino dihasilkan, tetapi pelaksanaan eksperimen itu bertentangan dengan tujuannya dalam banyak hal, seperti yang sekarang hendak kita lihat.
 Miller mengisolasi asam-asam amino itu dari lingkungan segera setelah mereka terbentuk, dengan menggunakan mekanisme yang disebut “perangkap dingin”. Kalau ia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat terbentuknya asam amino akan segera menghancurkan molekul-molekul tersebut.
Sangatlah sia-sia dugaan bahwa mekanisme buatan jenis ini serupa dengan kondisi purba bumi, yang mencakup radiasi ultraviolet, halilintar, berbagai zat kimia, dan oksigen bebas dengan persentase yang tinggi. Tanpa mekanisme semacam itu, segala asam amino yang memang terbentuk akan segera hancur.
 Lingkungan atmosfir purba yang diupayakan tiruannya oleh Miller dalam eksperimennya tidak realistis. Nitrogen dan karbondioksida merupakan unsur atmosfir purba, namun Miller mengabaikannya dan justru memakai metana dan amonia.
Mengapa? Mengapa para evolusionis bertahan pada gagasan bahwa atmosfir primitif mengandung banyak metana (CH4), amonia (NH3), dan uap air (H2O)? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesiskan asam amino. Kevin McKean membahas hal ini dalam suatu artikel yang terbit di majalah Discover:
Miller dan Urey meniru atmosfir purba bumi dengan campuran metana dan amonia. Menurut mereka, bumi [pada zaman purba itu] sebenarnya merupakan campuran yang homogen dari logam, batu, dan es. Namun dalam penelitian-penelitian mutakhir, terpahami bahwa bumi sangat panas pada waktu itu dan tersusun dari nikel dan dan besi yang membara. Karena itu, atmosfir kimiawi pada masa itu mestinya sebagian besar terbentuk dari nitrogen (N2), karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O). Namun ini semua bukan metana dan amonia untuk menghasilkan molekul-molekul organik.14
Setelah lama bungkam, Miller sendiri mengakui bahwa lingkungan atmosfir yang ia manfaatkan dalam eksperimennya tidak realistis.
 Hal penting lain yang membatalkan eksperimen Miller bahwa terdapat cukup oksigen untuk menghancurkan semua asam amino di atmosfir pada saat para evolusionis mengira bahwa asam amino terbentuk. Konsentrasi oksigen ini tentu saja menghalangi pembentukan asam amino. Situasi ini sepenuhnya meniadakan eksperimen Miller, yang melalaikan oksiogen secara total. Seandainya ia menggunakan oksigen di eksperimennya, metana akan terurai menjadi karbondioksida dan air, dan amonia akan terurai menjadi nitrogen dan air.
Di sisi lain, karena belum ada lapisan ozon, tidak mungkin ada molekul organik yang hidup di bumi karena tidak terlindung sama sekali dari sinar ultraviolet yang menyengat.
 Di samping beberapa asam amino yang amat perlu bagi kehidupan, eksperimen Miller juga menghasilkan banyak asam organik dengan karakteristik yang sangat membahayakan struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika ia tidak mengisolasi asam-asam amino tersebut dan membiarkan mereka di lingkungan yang sama dengan zat-zat kimiawi ini, kehancuran mereka atau perubahan mereka menjadi campuran yang berbeda melalui reaksi kimia tidak akan terhindarkan. Lebih-lebih, sejumlah besar asam amino non-kidal juga terbentuk. Keberadaan asam-asam amino ini sendiri menyangkal teori [evolusi], bahkan dengan penalarannya sendiri, karena asam amino non-kidal tidak mampu berfungsi dalam komposisi organisme-organisme hidup dan merupakan protein yang tiada guna bila mereka terdapat di komposisi mereka.
Kesimpulannya, keadaan pada waktu terbentuknya asam amino dalam eksperimen Miller tidak layak bagi bentuk-bentuk kehidupan untuk menjadi ada. Media pembentukan mereka adalah campuran asam amino yang menghancurkan dan mengoksidasi segala molekul yang berguna yang mungkin diperoleh.
Para evolusionis itu sendiri sebenarnya membuktikan kesalahan teori evolusi, kendati mereka tidak bermaksud demikian, dengan mengajukan eksperimen ini sebagai “bukti”. Jika eksperimen tersebut membuktikan sesuatu, maka itu adalah bahwa asam amino hanya bisa diproduksi di lingkungan laboratorium yang terkendali yang telah dirancang secara khusus dan disengaja dengan semua kondisi yang diperlukan. Dengan kata lain, eksperimen tersebut menunjukkan bahwa yang menyebabkan kehidupan (termasuk asam amino yang “hampir hidup”) menjadi ada bukanlah kebetulan yang tak disengaja, melainkan kehendak yang disengaja—atau dengan satu kata, Penciptaan. Karena itu, setiap tahap Penciptaan merupakan ayat yang membuktikan kepada kita keberadaan dan kekuasaan Allah.

Dengan runtuhnya teori evolusi di segala bidang, nama-nama terkemuka di disiplin ilmu mikrobiologi sekarang ini menerima fakta penciptaan dan mulai membela pandangan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh suatu Pencipta dengan sengaja sebagai bagian dari penciptaan yang agung. Telah menjadi fakta bahwa orang-orang tidak bisa mengabaikannya. Ilmuwan-ilmuwan yang dapat mendekati pekerjaan mereka dengan otak terbuka telah mengembangkan suatu pandangan yang disebut “desain cerdas”. Michael J. Behe, salah seorang terkemuka dari ilmuwan-ilmuwan ini, menyatakan bahwa ia menerima mutlak adanya Pencipta dan memerikan kebuntuan mereka yang menyangkal fakta ini:
Hasil dari upaya yang kumulatif untuk menyelidiki sel—menyelidiki kehidupan di level molekul—adalah pekik “desain!” yang keras, jernih, tajam. Hasilnya sangat terang dan sangat bermakna sehingga harus dinilai sebagai salah satu dari prestasi terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan. Keberhasilan sains ini mesti menimbulkan pekik “Eureka” dari sepuluhribu leher.
Akan tetapi, tiada buka sumbat botol, tiada tepuk tangan. Justru suatu keheningan aneh yang membuat malu di sekitar kerumitan belaka sel. Bila subyek ini muncul di publik, kaki mulai menyeret, dan pernapasan menjadi kembang-kempis. Secara pribadi orang-orang agak lebih santai, banyak yang terang-terangan menerima kejelasan ini namun kemudian menundukkan kepala, bergeleng-geleng, terpana. Mengapa masyarakat ilmiah tidak melahap penemuan ajaibnya? Mengapa observasi desain ditangani dengan sarung tangan intelektual? Dilemanya adalah bahwa kala satu sisi gajah ini dinamai desain cerdas, sisi lainnya harus dinamai Tuhan.19
Hari ini, terdapat banyak orang yang bahkan tidak sadar bahwa mereka dalam keadaan menerima sekumpulan kesesatan sebagai kebenaran atas nama ilmu pengetahuan, bukan beriman kepada Allah. Mereka yang tidak mendapati kalimat “Allah menciptakan anda dari ketiadaan” cukup ilmiah bisa meyakini bahwa makhluk hidup pertama menjadi ada melalui halilintar yang menyambar “kabut purba” milyaran tahun yang lalu.
keseimbangan alam sangat setimbang dan sangat banyak sehingga tidak rasional sama sekali klaim bahwa alam berkembang “tanpa disengaja”. Tidak peduli berapa banyak orang yang tidak dapat menempatkan diri sendiri bebas dari ketidakmasukakalan yang mungkin diupayakan ini, ayat-ayat Allah di langit dan di bumi gamblang sekali dan tak tersangkal.
Allah adalah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya.

BAGAIMANA KELAHIRAN MANUSIA?

BAGAIMANA KELAHIRAN MANUSIA?

Mungkin yang ada di benak anda adalah proses turun-temurun dari nenek moyang kita.dan mungkin banyak opini yang lainnya.karna disini terdapat banyak pokok persoalan yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mengundang manusia untuk beriman. Kadang-kadang langit, kadang-kadang hewan, dan kadang-kadang tanaman ditunjukkan sebagai bukti bagi manusia oleh Allah. Dalam banyak ayat, orang-orang diseru untuk mengalihkan perhatian mereka ke arah proses terciptanya mereka sendiri. Mereka sering diingatkan bagaimana manusia sampai ke bumi, tahap-tahap mana yang telah kita lalui, dan apa bahan dasarnya :

Kami telah menciptakan kamu; maka mengapa kamu tidak membenarkan? Adakah kamu perhatikan (benih manusia) yang kamu pancarkan? Kamukah yang menciptakannya? Ataukah Kami Penciptanya? (Surat al-Waaqi’ah, 57-59)

Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (sperma).
2. Yang laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di rahim.
Orang-orang yang hidup pada zaman kala al-Qur’an diturunkan, pasti, tahu bahwa bahan dasar kelahiran berhubungan dengan mani laki-laki yang terpancar selama persetubuhan seksual. Fakta bahwa bayi lahir sesudah jangka waktu sembilan bulan tentu saja merupakan peristiwa yang gamblang dan tidak memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Akan tetapi, sedikit informasi yang dikutip di atas itu berada jauh di luar pengertian orang-orang yang hidup pada masa itu. Ini baru disahihkan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20.
Sekarang mari kita periksa satu demi satu.
1) Air Mani
Selama persetubuhan seksual, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu. Sperma-sperma melakukan perjalanan 5-menit yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel telur, yang berukuran setengah dari sebutir garam, hanya akan membolehkan masuk satu sperma. Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :

Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan? (Surat al-Qiyaamah, 36-37)

Seperti yang telah kita amati, Al-Qur’an memberi tahu kita bahwa manusia tidak terbuat dari mani selengkapnya, tetapi hanya bagian kecil darinya. Bahwa tekanan khusus dalam pernyataan ini mengumumkan suatu fakta yang baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern itu merupakan bukti bahwa pernyataan tersebut berasal-usul ilahi.
2) Campuran di dalam Mani
Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Cairan ini justru tersusun dari campuran berbagai cairan yang berlainan. Cairan-cairan ini mempunyai fungsi-fungsi semisal mengandung gula yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi sperma, menetralkan asam di pintu masuk rahim, dan melicinkan lingkungan agar memudahkan pergerakan sperma.
Yang cukup menarik, ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta ini, yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran:

Sungguh, Kami ciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, lalu Kami beri dia (anugerah) pendengaran dan penglihatan. (Surat al-Insaan, 2)

Di ayat lain, mani lagi-lagi disebut sebagai campuran dan ditekankan bahwa manusia diciptakan dari "bahan campuran" ini :

Kata Arab "sulala", yang diterjemahkan sebagai “sari”, berarti bagian yang mendasar atau terbaik dari sesuatu. Dengan kata lain, ini berarti “bagian dari suatu kesatuan”. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan firman dari Yang Berkehendak Yang mengetahui penciptaan manusia hingga serinci-rincinya. Yang Berkehendak ini ialah Pencipta manusia.
3) Penentuan Jenis Kelamin Bayi
Sampai belum lama ini diperkirakan bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen-gen laki-laki dan perempuan bersamaan. Ilmu genetika dan mikrobiologi yang kian maju pada abad ke-20 membuktikan bahwa si perempuan tidak berperan dalam proses ini.
Dua dari 46 kromosom yang menentukan struktur manusia merupakan kromosom jenis kelamin. Kromosom-kromosom ini disebut “XY” pada pria dan “XX” pada wanita, karena bentuk kromosomnya menggambarkan huruf-huruf ini. Kromosom Y adalah kromosom yang pada khususnya membawa gen-gen laki-laki.
Pembentukan bayi berawal dengan penyatuan dua kromosom: satu dari si ayah dan satu dari si bunda. Karena yang perempuan hanya memiliki kromosom X, sel-sel reproduksinya (ova) hanya akan mengandung kromosom ini. Di sisi lain, yang laki-laki mempunyai kromosom X dan Y, sehingga setengah dari sel-sel reproduksinya (sperma) merupakan kromosom X dan setengah lainnya Y. Jika suatu sel telur menyatu dengan sperma yang mengandung kromosom X, maka keturunannya perempuan; jika penyatuannya dengan sperma yang mengandung kromosom Y, maka keturunannya laki-laki.

Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh yang mempunyai kromosom X dan Y, yaitu si laki-laki, yang menyatu dengan kromosom X dari si perempuan.
Hal ini sama sekali belum diketahui hingga penemuan genetika pada abad ke-20. Pada banyak budaya, justru diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh kondisi tubuh (kesehatan, dll.) sang ibu. Itulah mengapa wanita-wanita disalahkan bila mereka mendapatkan anak perempuan. (Keyakinan primitif ini masih lazim.)
Akan tetapi, tigabelas abad sebelum gen-gen ditemukan, Al-Qur’an mengungkapkan informasi yang menyangkal hal ini. Dalam suatu ayat dinyatakan bahwa kepriaan atau kewanitaan itu tercipta dari air mani; dengan kata lain, sumber jenis kelamin itu bukan perempuan, melainkan laki-laki.

Ketika sperma pria menyatu dengan sel telur wanita sebagaimana terpapar di atas, terbentuklah bahan dasar calon bayi. Sel tunggal ini, yang dalam biologi dikenal sebagai “zigot”, akan mulai berbiak sendiri melalui pembagian dan akhirnya menjadi “sepotong daging”.
Akan tetapi, zigot itu tidak menjalani masa perkembangannya dalam ruang hampa. Zigot melekat pada rahim bagaikan akar-akar yang tertancap dengan kokoh di tanah dengan sulur-sulur mereka. Melalui ikatan ini, zigot bisa memperoleh bahan-bahan yang amat penting bagi pertumbuhannya dari tubuh ibunya.
Rincian sedetail itu belum bisa diketahui tanpa pengetahuan yang mantap tentang kedokteran. Tentu saja pada empatbelas abad yang lalu belum ada orang yang mempunyai pengetahuan semacam itu. Yang cukup menarik, dalam Al-Qur’an, Allah selalu menyebut zigot yang berkembang di rahim sang ibu sebagai “segumpal darah”:
Makna Arab kata “gumpalan” adalah “sesuatu yang melekat di suatu tempat”. Kata ini secara harfiah dipakai untuk memerikan lintah yang melekat di tubuh untuk menghisap darah. Tentu saja, inilah kata terbaik yang memungkinkan untuk memaparkan zigot yang melekat di dinding rahim dan menyerap makanannya dari situ.
Al-Qur’an mengungkap lebih banyak lagi mengenai zigot. Dengan secara sempurna melekat di dinding rahim, zigot itu mulai tumbuh. Sementara itu, rahim si ibu terisi dengan suatu cairan yang disebut "cairan amnion" yang mengitari zigot. Corak terpenting cairan amnion, tempat pertumbuhan bayi, adalah melindungi bayi dari pukulan-pukulan yang berasal dari luar. Dalam Al-Qur’an, fakta ini terungkap sebagai berikut:

Bukankah Kami ciptakan kamu dari cairan yang hina, lalu Kami tempatkan di tempat yang kukuh terlindung ? (Surat al-Mursalaat, 20-21)

Semua informasi ini yang tersaji dalam Al-Qur’an mengenai pembentukan menusia itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an berasal dari suatu sumber yang mengetahui pembentukan ini hingga serinci-rincinya.
Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah. Omong kosong sajalah pernyataan bahwa informasi yang dihasilkan oleh Al-Qur’an mengenai kelahiran itu kebetulan belaka: karena terdapat banyak rincian yang terungkap dalam Al-Qur’an dan catatan serinci itu bagaimanapun tidak mungkin "secara kebetulan" cocok dengan kebenaran.
Semua informasi ini yang tersaji dalam Al-Qur’an mengenai pembentukan menusia itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an berasal dari suatu sumber yang mengetahui pembentukan ini hingga serinci-rincinya.
Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah. Omong kosong sajalah pernyataan bahwa informasi yang dihasilkan oleh Al-Qur’an mengenai kelahiran itu kebetulan belaka: karena terdapat banyak rincian yang terungkap dalam Al-Qur’an dan catatan serinci itu bagaimanapun tidak mungkin "secara kebetulan" cocok dengan kebenaran.
Semua paparan Al-Qur’an itu benar karena semua ayatnya berisi firman Allah. Allah-lah Yang menciptakan dan membentuk manusia di rahim ibunya, firman-Nya-lah paparan terbaik tentang proses ini. Allah menciptakan kita semua dengan cara seperti yang terperi di awal kehidupan kita di ayat lain sebagai berikut:
Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah liat. Kemudian Kami jadikan dia air mani, yang tersimpan di tempat yang kukuh sekali. Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah; kemudian segumpal darah Kami jadikan tulang-belulang dan tulang itu Kami bungkus dengan daging .lalu Kami kembangkan menjadi makhluk lain lagi. Maka Mahasuci Allah, Pencipta terbaik. (Surat al-Mu’minuun, 12-14)

Dan bagi orang yang yang percaya akan teori evolusi,celakalah mereka karena Teori evolusi adalah suatu filosofi dan konsepsi dunia yang menghasilkan suatu kesalahan hipotesis, asumsi, dan skenario khayalan dengan tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul kehidupan dengan hanya seputar kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu sekuno Yunani-kuno.
Semua filosofi ateis yang menolak adanya penciptaan, secara langsung atau pun tak langsung, menganut dan membela teori evolusi. Kondisi yang sama saat ini berlaku pula untuk semua ideologi dan sistem yang berlawanan dengan agama.
Paham evolusi ini tersembunyi dalam samaran ilmiah selama satu setengah abad yang digunakan untuk membenarkan diri-sendiri. Walaupun dianggap berkedudukan sebagai teori ilmiah selama pertengahan abad ke-19, teori itu, walaupun sepenuhnya merupakan usaha terbaik dari para pembelanya, sejauh ini belum disahkan oleh eksperimen atau pun temuan ilmiah apa pun. Sesungguhnya, “sains sejati” tempat bergantung teori itu jelas-jelas menunjukkan dan terus menunjukkan berulangkali bahwa teori itu tidak cocok dengan kenyataan.
Percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik telah secara gamblang menjelaskan bahwa asam amino sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara kebetulan. Sel, yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan, sekalipun di laboratorium dengan teknologi tinggi tercanggih abad ke-20. Bukanlah “bentuk transisional” tunggal, makhluk-makhluk yang disangka memperlihatkan evolusi-bertahap organisme-organisme modern dari yang lebih primitif sebagaimana pernyataan teori neo-Darwinis, yang pernah ada di mana saja di dunia walaupun dengan pencarian yang paling cerdas dan lama di peninggalan fosil.
Dengan berupaya menghimpun bukti evolusi, para evolusionis dengan tidak sengaja membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak mungkin terjadi sama sekali.
Orang yang pada mulanya mengajukan teori evolusi, dalam bentuk yang pada hakikatnya dibela dewasa ini, ialah seorang biolog amatir Inggris yang bernama Charles Robert Darwin. Darwin pertama kali menerbitkan gagasannya dalam buku yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki leluhur yang sama dan bahwa mereka berkembang satu sama lain dengan cara seleksi alamiah. Mereka yang terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungan mewariskan perilaku mereka ke generasi berikutnya, dan lambat laun, sifat-sifat yang menguntungkan ini mengubah individu-individu menjadi spesies yang berbeda total dari leluhur mereka. Dengan demikian, manusia ialah produk yang paling maju dari mekanisme seleksi alamiah ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies lain.
Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyingkapkan bahwa skenario imajinasi Darwin itu salah. Ketika Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Jikalau ada, Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak ilmiah sama sekali, dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan omong kosong tersebut; informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen dan seleksi alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen.
Pada masa bergaungnya buku Darwin, ahli botani Austria yang bernama Gregor Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurang dikenal hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting pada awal 1900-an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena keluarbiasaan informasi dalam DNA tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian kebetulan.
Selain semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan pencarian bertahun-tahun.
Perkembangan ini mestinya menyebabkan teori Darwin menjadi debu sejarah. Akan tetapi, tidaklah demikian, karena kalangan tertentu senantiasa merevisi, memperbaharui, dan mengangkat teori itu ke dataran ilmiah. Usaha ini hanya berarti jika kita menyadari bahwa di belakang teori itu lebih terdapat tujuan ideologis daripada kepedulian ilmiah.
Namun demikian, beberapa kalangan yang mempercayai pentingnya berpegang pada teori tersebut, yang telah menemui jalan buntu, segera menyusun model baru. Nama model baru ini adalah neo-Darwinisme. Menurut teori ini, spesies berkembang sebagai hasil dari mutasi-mutasi, perubahan-perubahan kecil dalam gen mereka, dan yang paling sesuailah yang bertahan hidup melalui mekanisme seleksi alamiah. Akan tetapi, tatkala terbukti bahwa mekanisme yang diajukan oleh neo-Darwinisme ini tidak sah, dan perubahan-perubahan kecil pun tidak cukup untuk pembentukan makhluk hidup, para evolusionis mulai mencari model baru. Mereka bangkit dengan klaim baru yang disebut “keseimbangan bersela” (punctuated equilibrium) yang tidak bersandar pada landasan rasional atau pun ilmiah. Model ini menyatakan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berkembang menjadi spesies lain tanpa bentuk transisi sama sekali. Dengan kata lain, spesies tanpa “nenek moyang“ evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan cara pemerian penciptaan, kendati para evolusinis enggan untuk mengakuinya. Mereka mencoba menutupinya dengan skenario yang tidak masuk akal. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa burung pertama dalam sejarahnya tiba-tiba, entah bagaimana, menetas keluar dari telur reptil. Teori tersebut juga mengemukakan bahwa hewan darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa, dengan berubah bentuk secara tiba-tiba dan menyeluruh.
Klaim-klaim ini, yang semuanya bertentangan dengan kaidah genetika, biofisika, dan biokimia, adalah seilmiah dongeng katak yang berubah menjadi pangeran! Namun demikian, dengan tertekan oleh krisis dari pernyataan neo-Darwinis, beberapa paleontolog evolusionis menganut teori ini, yang mempunyai perbedaan yang bahkan lebih aneh daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Model ini hanya bermaksud memberi penjelasan atas kesenjangan dalam penemuan fosil yang tidak dapat diterangkan dengan model neo-Darwinis. Akan tetapi, usaha menjelaskan kesenjangan evolusi burung dalam penemuan fosil dengan pernyataan bahwa “burung secara tiba-tiba menetas keluar dari telur reptil“ kurang rasional, karena menurut penerimaan para evolusionis sendiri, evolusi dari suatu spesies ke spesies lain mensyaratkan perubahan informasi genetik yang besar dan menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi apa pun yang mengembangkan informasi genetik atau menambah informasi baru untuk itu. Pemindahan hanya mengecualikan informasi genetik. Jadi, ”mutasi bruto” yang dibayangkan dengan model keseimbangan bersela hanya akan menyebabkan pengurangan dan pelemahan informasi genetik “bruto”, yakni “besar”.
Teori keseimbangan bersela itu tentu saja cuma hasil imajinasi. Meskipun ada kebenaran bukti, para pembela evolusi tidak bimbang untuk memuja teori ini. Mereka terpaksa melakukannya karena fakta bahwa model evolusi yang diajukan oleh Darwin tidak dapat dibuktikan oleh penemuan fosil. Darwin mengklaim bahwa spesies mengalami perubahan bertahap yang memerlukan keberadaan setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/setengah-reptil yang ganjil. Akan tetapi, tidak satu pun “bentuk transisi“ ditemukan meskipun dengan penelitian secara luas para evolusionis dan penggalian ratusan dari ribuan fosil.
ADAKAH FOSIL YANG MEMBENARKAN TEORI EVOLUSI?
Teori evolusi menyatakan bahwa evolusi suatu spesies menjadi spesies lain berlangsung secara bertahap, setapak demi setapak selama jutaan tahun. Kesimpulan logis yang ditarik dari klaim semacam ini adalah bahwa organisme hidup luar biasa yang disebut “bentuk transisi” seharusnya telah hidup selama masa-masa transformasi ini. Karena para evolusionis menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup berkembang dari makhluk hidup lain setahap demi setahap, jumlah dan macam bentuk transisi ini seharusnya sudah ada jutaan.
Jika makhluk sedemikian itu pernah hidup, maka kita mestinya bisa melihat bekasnya di mana-mana. Pada kenyataanya, jika tesis ini benar, jumlah bentuk transisi antara seharusnya lebih besar daripada jumlah spesies hewan yang hidup hari ini dan fosil yang mereka wariskan mestinya juga berlimpah di seluruh dunia.
Sejak Darwin, para evolusionis telah mencari fosil dan hasilnya bagi mereka adalah kekecewaan yang menohok. Di mana pun di dunia ini—baik di darat maupun di kedalaman lautan—tidak ada yang mempunyai bentuk transisi antara dua spesies yang pernah ditemukan.
Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk transisi sedemikian itu. Harapan terbesarnya adalah bahwa mereka akan ditemukan di masa mendatang. Walaupun berharap demikian, ia melihat bahwa kesalahan terbesar yang menghalangi teorinya adalah tidak adanya bentuk transisi. Karena itulah, dalam bukunya The Origin of Species, ia menulis: Jika setiap spesies berasal dari spesies lain secara bertahap, mengapa di mana-mana kita tidak melihat bentuk transisi yang amat banyak? Mengapa semua alam yang tidak teratur, termasuk spesies, sebagaimana yang kita lihat, tidak dipastikan? ... Akan tetapi, karena dengan teori ini bentuk-bentuk transisi yang tak terhitung seharusnya ada, mengapa kita tidak mendapati mereka terpendam di balik tanah dengan jumlah yang tak terkira? ... Tetapi di kawasan antara, yang mempunyai kondisi-antara kehidupan, mengapa kita sekarang tidak menemukan jenis yang kemungkinan besar merupakan perantara? Kesulitan ini cukup membingungkan saya dalam waktu yang lama.1
Kekhawatiran Darwin masuk akal. Masalah ini juga menimpa para evolusionis lain. Derek V. Ager, seorang paleontolog terkenal dari Britania, menerima kenyataan yang memalukan ini:
Masalahnya, jika kita selidiki peninggalan fosil secara rinci, baik pada tingkat orde maupun spesies, kita dapati—lagi-lagi—bukan evolusi bertahap, melainkan meledaknya satu kelompok secara mendadak dengan mengorbankan kelompok lain.2
Kesenjangan dalam penemuan fosil tidak dapat diterangkan dengan pemikiran yang bernafsu bahwa belum cukup fosil yang tergali dan bahwa fosil yang tidak ada akan ditemukan di kemudian hari. T. Neville George, seorang paleontolog evolusionis lain, menjelaskan penalarannya:
Tidak perlu lagi dimintakan pengertian lebih jauh atas kurangnya penemuan fosil. Bagaimanapun, [penemuan fosil] ini telah menjadi hampir terlalu banyak, dan penemuan [tersebut] lebih dari cukup... Namun begitu, penemuan fosil masih tersusun dari kesenjangan-kesenjangan.
strata terestrial dan penemuan fosil diselidiki, terlihat bahwa organisme hidup muncul serentak. Stratum tertua bumi Bila yang mengandung fosil makhluk hidup yang pernah ditemukan adalah “Cambrian“ yang ditaksir berumur 530–520 juta tahun.
Makhluk hidup yang terdapat pada strata milik periode Cambrian dalam penemuan fosil semuanya muncul tiba-tiba tanpa keberadaan pendahulu mereka. Aneka organisme hidup ini, yang tersusun dari sejumlah besar makhluk yang rumit, muncul dengan sedemikian tiba-tiba sehingga kejadian yang menakjubkan ini disebut “Peledakan Cambrian” dalam literatur ilmiah.
Kebanyakan organisme hidup yang terdapat di stratum ini mempunyai organ yang sangat maju seperti mata, atau sistem-sistem yang terlihat dalam organisme dengan pengorganisasian yang sangat maju seperti insang, sistem peredaran darah, dan sebagainya. Tidak ada tanda dalam penemuan fosil yang mengindikasikan bahwa organisme ini punya nenek-moyang.
Bila diperiksa dengan cermat dan tanpa prasangka, penemuan fosil justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.
Kerentanan beberapa temuan dalam penemuan fosil terhadap semua jenis interpretasi melayani maksud para evolusionis sebaik-baiknya. Fosil-fosil yang tergali kebanyakan tidak memuaskan untuk identifikasi yang andal. Fosil biasanya terdiri atas pecahan tulang tak lengkap yang tersebar. Karena alasan ini, menyimpangkan data yang tersedia dan menggunakannya dengan sekehendak hati sangat mudah. Tidak mengejutkan, rekonstruksi (gambar dan model) yang dibuat oleh para evolusionis berdasarkan sisa-sisa fosil sedemikian itu seluruhnya disajikan secara spekulatif dengan tujuan membenarkan tesis evolusi. Karena orang-orang mudah terpengaruh oleh informasi visual, model-model rekonstruksi khayalan ini bertindak untuk meyakinkan mereka bahwa makhluk-makhluk rekonstruksi ini benar-benar ada di masa lalu.
Jadi fosil itu sendiri justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.