Kamis, 11 November 2010

BAGAIMANA KELAHIRAN MANUSIA?

BAGAIMANA KELAHIRAN MANUSIA?

Mungkin yang ada di benak anda adalah proses turun-temurun dari nenek moyang kita.dan mungkin banyak opini yang lainnya.karna disini terdapat banyak pokok persoalan yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mengundang manusia untuk beriman. Kadang-kadang langit, kadang-kadang hewan, dan kadang-kadang tanaman ditunjukkan sebagai bukti bagi manusia oleh Allah. Dalam banyak ayat, orang-orang diseru untuk mengalihkan perhatian mereka ke arah proses terciptanya mereka sendiri. Mereka sering diingatkan bagaimana manusia sampai ke bumi, tahap-tahap mana yang telah kita lalui, dan apa bahan dasarnya :

Kami telah menciptakan kamu; maka mengapa kamu tidak membenarkan? Adakah kamu perhatikan (benih manusia) yang kamu pancarkan? Kamukah yang menciptakannya? Ataukah Kami Penciptanya? (Surat al-Waaqi’ah, 57-59)

Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (sperma).
2. Yang laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di rahim.
Orang-orang yang hidup pada zaman kala al-Qur’an diturunkan, pasti, tahu bahwa bahan dasar kelahiran berhubungan dengan mani laki-laki yang terpancar selama persetubuhan seksual. Fakta bahwa bayi lahir sesudah jangka waktu sembilan bulan tentu saja merupakan peristiwa yang gamblang dan tidak memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Akan tetapi, sedikit informasi yang dikutip di atas itu berada jauh di luar pengertian orang-orang yang hidup pada masa itu. Ini baru disahihkan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20.
Sekarang mari kita periksa satu demi satu.
1) Air Mani
Selama persetubuhan seksual, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu. Sperma-sperma melakukan perjalanan 5-menit yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel telur, yang berukuran setengah dari sebutir garam, hanya akan membolehkan masuk satu sperma. Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :

Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan? (Surat al-Qiyaamah, 36-37)

Seperti yang telah kita amati, Al-Qur’an memberi tahu kita bahwa manusia tidak terbuat dari mani selengkapnya, tetapi hanya bagian kecil darinya. Bahwa tekanan khusus dalam pernyataan ini mengumumkan suatu fakta yang baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern itu merupakan bukti bahwa pernyataan tersebut berasal-usul ilahi.
2) Campuran di dalam Mani
Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Cairan ini justru tersusun dari campuran berbagai cairan yang berlainan. Cairan-cairan ini mempunyai fungsi-fungsi semisal mengandung gula yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi sperma, menetralkan asam di pintu masuk rahim, dan melicinkan lingkungan agar memudahkan pergerakan sperma.
Yang cukup menarik, ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta ini, yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran:

Sungguh, Kami ciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, lalu Kami beri dia (anugerah) pendengaran dan penglihatan. (Surat al-Insaan, 2)

Di ayat lain, mani lagi-lagi disebut sebagai campuran dan ditekankan bahwa manusia diciptakan dari "bahan campuran" ini :

Kata Arab "sulala", yang diterjemahkan sebagai “sari”, berarti bagian yang mendasar atau terbaik dari sesuatu. Dengan kata lain, ini berarti “bagian dari suatu kesatuan”. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan firman dari Yang Berkehendak Yang mengetahui penciptaan manusia hingga serinci-rincinya. Yang Berkehendak ini ialah Pencipta manusia.
3) Penentuan Jenis Kelamin Bayi
Sampai belum lama ini diperkirakan bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen-gen laki-laki dan perempuan bersamaan. Ilmu genetika dan mikrobiologi yang kian maju pada abad ke-20 membuktikan bahwa si perempuan tidak berperan dalam proses ini.
Dua dari 46 kromosom yang menentukan struktur manusia merupakan kromosom jenis kelamin. Kromosom-kromosom ini disebut “XY” pada pria dan “XX” pada wanita, karena bentuk kromosomnya menggambarkan huruf-huruf ini. Kromosom Y adalah kromosom yang pada khususnya membawa gen-gen laki-laki.
Pembentukan bayi berawal dengan penyatuan dua kromosom: satu dari si ayah dan satu dari si bunda. Karena yang perempuan hanya memiliki kromosom X, sel-sel reproduksinya (ova) hanya akan mengandung kromosom ini. Di sisi lain, yang laki-laki mempunyai kromosom X dan Y, sehingga setengah dari sel-sel reproduksinya (sperma) merupakan kromosom X dan setengah lainnya Y. Jika suatu sel telur menyatu dengan sperma yang mengandung kromosom X, maka keturunannya perempuan; jika penyatuannya dengan sperma yang mengandung kromosom Y, maka keturunannya laki-laki.

Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh yang mempunyai kromosom X dan Y, yaitu si laki-laki, yang menyatu dengan kromosom X dari si perempuan.
Hal ini sama sekali belum diketahui hingga penemuan genetika pada abad ke-20. Pada banyak budaya, justru diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh kondisi tubuh (kesehatan, dll.) sang ibu. Itulah mengapa wanita-wanita disalahkan bila mereka mendapatkan anak perempuan. (Keyakinan primitif ini masih lazim.)
Akan tetapi, tigabelas abad sebelum gen-gen ditemukan, Al-Qur’an mengungkapkan informasi yang menyangkal hal ini. Dalam suatu ayat dinyatakan bahwa kepriaan atau kewanitaan itu tercipta dari air mani; dengan kata lain, sumber jenis kelamin itu bukan perempuan, melainkan laki-laki.

Ketika sperma pria menyatu dengan sel telur wanita sebagaimana terpapar di atas, terbentuklah bahan dasar calon bayi. Sel tunggal ini, yang dalam biologi dikenal sebagai “zigot”, akan mulai berbiak sendiri melalui pembagian dan akhirnya menjadi “sepotong daging”.
Akan tetapi, zigot itu tidak menjalani masa perkembangannya dalam ruang hampa. Zigot melekat pada rahim bagaikan akar-akar yang tertancap dengan kokoh di tanah dengan sulur-sulur mereka. Melalui ikatan ini, zigot bisa memperoleh bahan-bahan yang amat penting bagi pertumbuhannya dari tubuh ibunya.
Rincian sedetail itu belum bisa diketahui tanpa pengetahuan yang mantap tentang kedokteran. Tentu saja pada empatbelas abad yang lalu belum ada orang yang mempunyai pengetahuan semacam itu. Yang cukup menarik, dalam Al-Qur’an, Allah selalu menyebut zigot yang berkembang di rahim sang ibu sebagai “segumpal darah”:
Makna Arab kata “gumpalan” adalah “sesuatu yang melekat di suatu tempat”. Kata ini secara harfiah dipakai untuk memerikan lintah yang melekat di tubuh untuk menghisap darah. Tentu saja, inilah kata terbaik yang memungkinkan untuk memaparkan zigot yang melekat di dinding rahim dan menyerap makanannya dari situ.
Al-Qur’an mengungkap lebih banyak lagi mengenai zigot. Dengan secara sempurna melekat di dinding rahim, zigot itu mulai tumbuh. Sementara itu, rahim si ibu terisi dengan suatu cairan yang disebut "cairan amnion" yang mengitari zigot. Corak terpenting cairan amnion, tempat pertumbuhan bayi, adalah melindungi bayi dari pukulan-pukulan yang berasal dari luar. Dalam Al-Qur’an, fakta ini terungkap sebagai berikut:

Bukankah Kami ciptakan kamu dari cairan yang hina, lalu Kami tempatkan di tempat yang kukuh terlindung ? (Surat al-Mursalaat, 20-21)

Semua informasi ini yang tersaji dalam Al-Qur’an mengenai pembentukan menusia itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an berasal dari suatu sumber yang mengetahui pembentukan ini hingga serinci-rincinya.
Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah. Omong kosong sajalah pernyataan bahwa informasi yang dihasilkan oleh Al-Qur’an mengenai kelahiran itu kebetulan belaka: karena terdapat banyak rincian yang terungkap dalam Al-Qur’an dan catatan serinci itu bagaimanapun tidak mungkin "secara kebetulan" cocok dengan kebenaran.
Semua informasi ini yang tersaji dalam Al-Qur’an mengenai pembentukan menusia itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an berasal dari suatu sumber yang mengetahui pembentukan ini hingga serinci-rincinya.
Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah. Omong kosong sajalah pernyataan bahwa informasi yang dihasilkan oleh Al-Qur’an mengenai kelahiran itu kebetulan belaka: karena terdapat banyak rincian yang terungkap dalam Al-Qur’an dan catatan serinci itu bagaimanapun tidak mungkin "secara kebetulan" cocok dengan kebenaran.
Semua paparan Al-Qur’an itu benar karena semua ayatnya berisi firman Allah. Allah-lah Yang menciptakan dan membentuk manusia di rahim ibunya, firman-Nya-lah paparan terbaik tentang proses ini. Allah menciptakan kita semua dengan cara seperti yang terperi di awal kehidupan kita di ayat lain sebagai berikut:
Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah liat. Kemudian Kami jadikan dia air mani, yang tersimpan di tempat yang kukuh sekali. Kemudian mani itu Kami jadikan segumpal darah; kemudian segumpal darah Kami jadikan tulang-belulang dan tulang itu Kami bungkus dengan daging .lalu Kami kembangkan menjadi makhluk lain lagi. Maka Mahasuci Allah, Pencipta terbaik. (Surat al-Mu’minuun, 12-14)

Dan bagi orang yang yang percaya akan teori evolusi,celakalah mereka karena Teori evolusi adalah suatu filosofi dan konsepsi dunia yang menghasilkan suatu kesalahan hipotesis, asumsi, dan skenario khayalan dengan tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul kehidupan dengan hanya seputar kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu sekuno Yunani-kuno.
Semua filosofi ateis yang menolak adanya penciptaan, secara langsung atau pun tak langsung, menganut dan membela teori evolusi. Kondisi yang sama saat ini berlaku pula untuk semua ideologi dan sistem yang berlawanan dengan agama.
Paham evolusi ini tersembunyi dalam samaran ilmiah selama satu setengah abad yang digunakan untuk membenarkan diri-sendiri. Walaupun dianggap berkedudukan sebagai teori ilmiah selama pertengahan abad ke-19, teori itu, walaupun sepenuhnya merupakan usaha terbaik dari para pembelanya, sejauh ini belum disahkan oleh eksperimen atau pun temuan ilmiah apa pun. Sesungguhnya, “sains sejati” tempat bergantung teori itu jelas-jelas menunjukkan dan terus menunjukkan berulangkali bahwa teori itu tidak cocok dengan kenyataan.
Percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik telah secara gamblang menjelaskan bahwa asam amino sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara kebetulan. Sel, yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan, sekalipun di laboratorium dengan teknologi tinggi tercanggih abad ke-20. Bukanlah “bentuk transisional” tunggal, makhluk-makhluk yang disangka memperlihatkan evolusi-bertahap organisme-organisme modern dari yang lebih primitif sebagaimana pernyataan teori neo-Darwinis, yang pernah ada di mana saja di dunia walaupun dengan pencarian yang paling cerdas dan lama di peninggalan fosil.
Dengan berupaya menghimpun bukti evolusi, para evolusionis dengan tidak sengaja membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak mungkin terjadi sama sekali.
Orang yang pada mulanya mengajukan teori evolusi, dalam bentuk yang pada hakikatnya dibela dewasa ini, ialah seorang biolog amatir Inggris yang bernama Charles Robert Darwin. Darwin pertama kali menerbitkan gagasannya dalam buku yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki leluhur yang sama dan bahwa mereka berkembang satu sama lain dengan cara seleksi alamiah. Mereka yang terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungan mewariskan perilaku mereka ke generasi berikutnya, dan lambat laun, sifat-sifat yang menguntungkan ini mengubah individu-individu menjadi spesies yang berbeda total dari leluhur mereka. Dengan demikian, manusia ialah produk yang paling maju dari mekanisme seleksi alamiah ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies lain.
Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyingkapkan bahwa skenario imajinasi Darwin itu salah. Ketika Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Jikalau ada, Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak ilmiah sama sekali, dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan omong kosong tersebut; informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen dan seleksi alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen.
Pada masa bergaungnya buku Darwin, ahli botani Austria yang bernama Gregor Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurang dikenal hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting pada awal 1900-an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena keluarbiasaan informasi dalam DNA tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian kebetulan.
Selain semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan pencarian bertahun-tahun.
Perkembangan ini mestinya menyebabkan teori Darwin menjadi debu sejarah. Akan tetapi, tidaklah demikian, karena kalangan tertentu senantiasa merevisi, memperbaharui, dan mengangkat teori itu ke dataran ilmiah. Usaha ini hanya berarti jika kita menyadari bahwa di belakang teori itu lebih terdapat tujuan ideologis daripada kepedulian ilmiah.
Namun demikian, beberapa kalangan yang mempercayai pentingnya berpegang pada teori tersebut, yang telah menemui jalan buntu, segera menyusun model baru. Nama model baru ini adalah neo-Darwinisme. Menurut teori ini, spesies berkembang sebagai hasil dari mutasi-mutasi, perubahan-perubahan kecil dalam gen mereka, dan yang paling sesuailah yang bertahan hidup melalui mekanisme seleksi alamiah. Akan tetapi, tatkala terbukti bahwa mekanisme yang diajukan oleh neo-Darwinisme ini tidak sah, dan perubahan-perubahan kecil pun tidak cukup untuk pembentukan makhluk hidup, para evolusionis mulai mencari model baru. Mereka bangkit dengan klaim baru yang disebut “keseimbangan bersela” (punctuated equilibrium) yang tidak bersandar pada landasan rasional atau pun ilmiah. Model ini menyatakan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berkembang menjadi spesies lain tanpa bentuk transisi sama sekali. Dengan kata lain, spesies tanpa “nenek moyang“ evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan cara pemerian penciptaan, kendati para evolusinis enggan untuk mengakuinya. Mereka mencoba menutupinya dengan skenario yang tidak masuk akal. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa burung pertama dalam sejarahnya tiba-tiba, entah bagaimana, menetas keluar dari telur reptil. Teori tersebut juga mengemukakan bahwa hewan darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa, dengan berubah bentuk secara tiba-tiba dan menyeluruh.
Klaim-klaim ini, yang semuanya bertentangan dengan kaidah genetika, biofisika, dan biokimia, adalah seilmiah dongeng katak yang berubah menjadi pangeran! Namun demikian, dengan tertekan oleh krisis dari pernyataan neo-Darwinis, beberapa paleontolog evolusionis menganut teori ini, yang mempunyai perbedaan yang bahkan lebih aneh daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Model ini hanya bermaksud memberi penjelasan atas kesenjangan dalam penemuan fosil yang tidak dapat diterangkan dengan model neo-Darwinis. Akan tetapi, usaha menjelaskan kesenjangan evolusi burung dalam penemuan fosil dengan pernyataan bahwa “burung secara tiba-tiba menetas keluar dari telur reptil“ kurang rasional, karena menurut penerimaan para evolusionis sendiri, evolusi dari suatu spesies ke spesies lain mensyaratkan perubahan informasi genetik yang besar dan menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi apa pun yang mengembangkan informasi genetik atau menambah informasi baru untuk itu. Pemindahan hanya mengecualikan informasi genetik. Jadi, ”mutasi bruto” yang dibayangkan dengan model keseimbangan bersela hanya akan menyebabkan pengurangan dan pelemahan informasi genetik “bruto”, yakni “besar”.
Teori keseimbangan bersela itu tentu saja cuma hasil imajinasi. Meskipun ada kebenaran bukti, para pembela evolusi tidak bimbang untuk memuja teori ini. Mereka terpaksa melakukannya karena fakta bahwa model evolusi yang diajukan oleh Darwin tidak dapat dibuktikan oleh penemuan fosil. Darwin mengklaim bahwa spesies mengalami perubahan bertahap yang memerlukan keberadaan setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/setengah-reptil yang ganjil. Akan tetapi, tidak satu pun “bentuk transisi“ ditemukan meskipun dengan penelitian secara luas para evolusionis dan penggalian ratusan dari ribuan fosil.
ADAKAH FOSIL YANG MEMBENARKAN TEORI EVOLUSI?
Teori evolusi menyatakan bahwa evolusi suatu spesies menjadi spesies lain berlangsung secara bertahap, setapak demi setapak selama jutaan tahun. Kesimpulan logis yang ditarik dari klaim semacam ini adalah bahwa organisme hidup luar biasa yang disebut “bentuk transisi” seharusnya telah hidup selama masa-masa transformasi ini. Karena para evolusionis menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup berkembang dari makhluk hidup lain setahap demi setahap, jumlah dan macam bentuk transisi ini seharusnya sudah ada jutaan.
Jika makhluk sedemikian itu pernah hidup, maka kita mestinya bisa melihat bekasnya di mana-mana. Pada kenyataanya, jika tesis ini benar, jumlah bentuk transisi antara seharusnya lebih besar daripada jumlah spesies hewan yang hidup hari ini dan fosil yang mereka wariskan mestinya juga berlimpah di seluruh dunia.
Sejak Darwin, para evolusionis telah mencari fosil dan hasilnya bagi mereka adalah kekecewaan yang menohok. Di mana pun di dunia ini—baik di darat maupun di kedalaman lautan—tidak ada yang mempunyai bentuk transisi antara dua spesies yang pernah ditemukan.
Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk transisi sedemikian itu. Harapan terbesarnya adalah bahwa mereka akan ditemukan di masa mendatang. Walaupun berharap demikian, ia melihat bahwa kesalahan terbesar yang menghalangi teorinya adalah tidak adanya bentuk transisi. Karena itulah, dalam bukunya The Origin of Species, ia menulis: Jika setiap spesies berasal dari spesies lain secara bertahap, mengapa di mana-mana kita tidak melihat bentuk transisi yang amat banyak? Mengapa semua alam yang tidak teratur, termasuk spesies, sebagaimana yang kita lihat, tidak dipastikan? ... Akan tetapi, karena dengan teori ini bentuk-bentuk transisi yang tak terhitung seharusnya ada, mengapa kita tidak mendapati mereka terpendam di balik tanah dengan jumlah yang tak terkira? ... Tetapi di kawasan antara, yang mempunyai kondisi-antara kehidupan, mengapa kita sekarang tidak menemukan jenis yang kemungkinan besar merupakan perantara? Kesulitan ini cukup membingungkan saya dalam waktu yang lama.1
Kekhawatiran Darwin masuk akal. Masalah ini juga menimpa para evolusionis lain. Derek V. Ager, seorang paleontolog terkenal dari Britania, menerima kenyataan yang memalukan ini:
Masalahnya, jika kita selidiki peninggalan fosil secara rinci, baik pada tingkat orde maupun spesies, kita dapati—lagi-lagi—bukan evolusi bertahap, melainkan meledaknya satu kelompok secara mendadak dengan mengorbankan kelompok lain.2
Kesenjangan dalam penemuan fosil tidak dapat diterangkan dengan pemikiran yang bernafsu bahwa belum cukup fosil yang tergali dan bahwa fosil yang tidak ada akan ditemukan di kemudian hari. T. Neville George, seorang paleontolog evolusionis lain, menjelaskan penalarannya:
Tidak perlu lagi dimintakan pengertian lebih jauh atas kurangnya penemuan fosil. Bagaimanapun, [penemuan fosil] ini telah menjadi hampir terlalu banyak, dan penemuan [tersebut] lebih dari cukup... Namun begitu, penemuan fosil masih tersusun dari kesenjangan-kesenjangan.
strata terestrial dan penemuan fosil diselidiki, terlihat bahwa organisme hidup muncul serentak. Stratum tertua bumi Bila yang mengandung fosil makhluk hidup yang pernah ditemukan adalah “Cambrian“ yang ditaksir berumur 530–520 juta tahun.
Makhluk hidup yang terdapat pada strata milik periode Cambrian dalam penemuan fosil semuanya muncul tiba-tiba tanpa keberadaan pendahulu mereka. Aneka organisme hidup ini, yang tersusun dari sejumlah besar makhluk yang rumit, muncul dengan sedemikian tiba-tiba sehingga kejadian yang menakjubkan ini disebut “Peledakan Cambrian” dalam literatur ilmiah.
Kebanyakan organisme hidup yang terdapat di stratum ini mempunyai organ yang sangat maju seperti mata, atau sistem-sistem yang terlihat dalam organisme dengan pengorganisasian yang sangat maju seperti insang, sistem peredaran darah, dan sebagainya. Tidak ada tanda dalam penemuan fosil yang mengindikasikan bahwa organisme ini punya nenek-moyang.
Bila diperiksa dengan cermat dan tanpa prasangka, penemuan fosil justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.
Kerentanan beberapa temuan dalam penemuan fosil terhadap semua jenis interpretasi melayani maksud para evolusionis sebaik-baiknya. Fosil-fosil yang tergali kebanyakan tidak memuaskan untuk identifikasi yang andal. Fosil biasanya terdiri atas pecahan tulang tak lengkap yang tersebar. Karena alasan ini, menyimpangkan data yang tersedia dan menggunakannya dengan sekehendak hati sangat mudah. Tidak mengejutkan, rekonstruksi (gambar dan model) yang dibuat oleh para evolusionis berdasarkan sisa-sisa fosil sedemikian itu seluruhnya disajikan secara spekulatif dengan tujuan membenarkan tesis evolusi. Karena orang-orang mudah terpengaruh oleh informasi visual, model-model rekonstruksi khayalan ini bertindak untuk meyakinkan mereka bahwa makhluk-makhluk rekonstruksi ini benar-benar ada di masa lalu.
Jadi fosil itu sendiri justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon kritikan dan sarannya :)